Setelah Bayi Tabung Sukses, Kini Ilmuwan Mendesain Rahim Buatan

- 1 Juni 2023, 23:21 WIB
ilustrasi janin dalam rahim
ilustrasi janin dalam rahim /Victoria_regen/Setyo Ary Cahyono

INDONESAINS - Teknologi bayi tabung atau In vitro fertilization (IVF) sebetulnya  bukan teknolgi yang baru. Pada tahun 1978 duo ilmuwan asal Inggris, Patrick Steptoe dan Sir Robert Edwards berhasil melakukan prosedur bayi tabung pertama kali dalam sejarah kedokteran. Patrick memblok Tuba Fallopii (saluran rahim), lalu dengan alat laparaskopi (teropong bedah mini berkamera) mengambil sel telur wanita itu. Sel sperma suami yang telah dicuci (steril), diekstrak lalu ditambahkan ke cawan petri dish yang berisi sel telur tadi untuk memicu terjadinya pembuahan. Proses pembuahan hingga menghasilkan embrio yang siap ditanam di rahim sang ibu, memerlukan waktu tiga minggu. Selama empat dekade proses bayi tabung banyak mengalami perkembangan dan telah menolong jutaan pasangan. Tujuannya adalah supaya kedua orang tua (dengan kondisi tidak memungkinkan mempunyai keturunan) bisa berpeluang mendapatkan anak. 

Dalam perkembangan selanjutnya, muncullah ide untuk membuat rahim buatan (artificial womb) yang terdengar sebagai fiksi ilmiah, akan tetapi bisakah kita benar-benar membuatnya? Seperti kita ketahui rahim (uterus) adalah organ spefisik dan rumit yang dimiliki oleh wanita. Organ ini tempat semua embrio menjalani awal kehidupannya, berinteraksi dengan ibunya, dan berkembang menjadi bayi yang siap dilahirkan. Proses IVF hanya membantu melakukan pembuahan diluar kandungan (in-vitro), namun apa jadinya jikalau embrio berkembang menjadi janin selama 40 minggu benar-benar di laboratorium? Ini adalah tantangan yang cukup giIa untuk ilmuwan.

Seiring berjalannya waktu, kita semakin dekat untuk "menumbuhkan" bayi (sepenuhnya) di luar tubuh manusia. Terdengar cukup mengerikan dan menyalahi kodrat. Tampaknya memang menabrak etika medis, dan seharusnya dihindari oleh ilmuwan. Namun, banyak konsekuensi yang harus disiapkan jika rencana itu benar-benar terwujud.

Baca juga : Tantangan Masa Depan Dunia Medis di Tangan Artificial Intelligence

Dua hal utama yang perlu dikembangkan, bioteknologi (rekayasa jaringan) dan nanoteknologi (untuk memfasilitasi interaksi dalam skala mikro dan pertumbuhan sel janin secara buatan). Sistem komputer canggih juga harus dikembangkan dalam melacak kemajuan pertumbuhan janin, sembari otomatis menyesuaikan kondisinya yang berubah.

ilustrasi inkubator pesawat
ilustrasi inkubator pesawat Setyo Ari Cahyono

Rahim buatan merupakan inkubator super. Rahim buatan fungsional jauh lebih kompleks daripada struktur inkubator modern yang selama ini dipakai di ruang bayi (neonatus). Inkubator merupakan alat berbentuk kotak transparan yang memberi suplai oksigen pada bayi, menghangatkan bayi, memberi hidrasi dan nutrisi (melalui selang infus atau selang lambung). Biasanya inkubator digunakan oleh bayi prematur dengan berat badan lahir sangat rendah (BBSLR). 

Dalam kondisi terbaiknya, belum memungkinkan seorang bayi hidup di luar rahim ibunya sampai akhir trimester dua (usia kehamilan 27 minggu). Kurang dari itu, rahim ibu adalah satu-satunya pilihan tempat janin berkembang. Inkubator masa depan harus berfungsi penuh, dan mendobrak batas viabilitas (kemampuan berkembang) janin sampai seluruh siklus kehamilan bisa terjadi di luar tubuh manusia (meskipun  terdengar tidak masuk akal).

Rahim manusia mengandungi endometrium, ini lah sel dinding bagian dalam rahim. Untuk menyamai fungsinya, lapisan rahim buatan harus terbuat menyerupai dinding rahim asli. Untuk prototype rahim buatan, lebih bermanfaat jika sebanyak mungkin meniru setiap langkah proses kehamilan. Versi selanjutnya dapat didesain secara natural lalu dioptimalkan. Untuk itu, dinding rahim buatan tidak boleh terbuat dari kaca atau logam, melainkan terdiri dari lapisan kelenjar yang terbuat dari jaringan nyata. Embrio dalam fase blastocyst (yang dibuat secara bayi tabung), pada saat berukuran 3-4 milimeter ditanamkan ke dalam dinding rahim di mana ia akan berakar dan terus tumbuh.

Halaman:

Editor: Setyo Ary Cahyono

Sumber: Gizmodo Mayo Clinic


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Pemilu di Daerah

x