Network
Indonesains - Sebuah tim astronom internasional telah mengumumkan penemuan sistem sirkumbiner multiplanet untuk kedua kalinya.
Para astronom di University of Birmingham telah menemukan planet kedua, bernama BEBOP-1c, dalam sistem sirkumbiner multiplanet langka BEBOP-1 atau TOI-1338. Penemuan ini, dibuat dengan menggunakan metode Doppler, sangat penting dalam memperluas pengetahuan kita tentang penciptaan planet di sekitar dua bintang.
Sistem sirkumbiner berisi planet yang mengorbit di sekitar dua bintang di pusatnya, bukan hanya satu, seperti di Tata Surya kita. Planet sirkumbiner mengorbit di sekitar kedua bintang sekaligus.
Penemuan tersebut, dipimpin oleh para peneliti di University of Birmingham, dan hasil temuannya sendiri telah dipublikasikan di jurnal Nature Astronomy pada 12 Juni 2023 bertajuk “Radial-velocity discovery of a second planet in the TOI-1338/BEBOP-1 circumbinary system.”
Planet yang baru ditemukan itu disebut BEBOP-1c, sesuai nama proyek yang mengumpulkan datanya. BEBOP adalah singkatan dari Binaries Escorted By Orbiting Planets. Sistem BEBOP-1 juga dikenal sebagai TOI-1338.
Pada tahun 2020, sebuah planet sirkumbiner yang disebut TOI-1338b, ditemukan dalam sistem yang sama menggunakan data dari teleskop luar angkasa TESS NASA, yang juga dikontribusikan oleh tim Birmingham. Planet itu ditemukan dengan metode transit dan diketahui karena melintas di depan bintang yang lebih terang pada dua bintang dalam beberapa kesempatan.
Bagi pencinta Star Wars pasti tahu apa itu planet Tatooine. Sebuah "planet seperti Tatooine" mengacu pada planet sirkumbiner, atau planet yang mengorbit dua bintang, bukan satu, sebuah istilah yang berasal dari alam semesta Star Wars di mana planet asal karakter Luke Skywalker dari Tatooine mengorbit dua bintang. Planet semacam itu relatif jarang dalam astronomi dunia nyata, dan dinamikanya sangat berbeda dari sistem bintang tunggal seperti milik kita.
Baca Juga: Mengenal Planet Venus, Si Bintang Fajar
“Metode transit memungkinkan kami untuk mengukur ukuran TOI-1338b, tetapi bukan massanya yang merupakan parameter paling mendasar planet ini,” kata penulis utama Dr. Matthew Standing, yang menyelesaikan gelar PhD di University of Birmingham dan sekarang menjadi peneliti. di Universitas Terbuka.
