Menurut Ilmuwan, Larangan Pilot Berjenggot Harus Dikaji Ulang

- 3 Oktober 2023, 13:00 WIB
Larangan pilot dilarang berjenggot harus dikaji ulang.
Larangan pilot dilarang berjenggot harus dikaji ulang. /Travel Radar

Indonesains - Hingga saat ini, hampir seluruh maskapai penerbangan di seluruh dunia melarang pilot mereka untuk memelihara jenggot dan kumis dengan alasan keselamatan. Tapi hasil penelitian dari Simon Fraser University, Kanada menunjukan bahwa aturan yang melarang pilot berjenggot hanya berdasarkan mitos.

Aturan larangan bagi seluruh pilot untuk memelihara jenggot dan memiliki kumis lebih dari 1 cm di seluruh maskapai penerbangan di seluruh dunia dikaitkan dengan keharusan bagi pilot untuk mengenakan sendiri masker oksigen saat keadaan darurat yang mengakibatkan tekanan udara dan oksigen di kokpit menurun.

Tidak ada yang akan membantu pilot untuk memasang masker wajah seperti penumpang yang memiliki pramugari dan tentunya penumpang lainnya untuk saling membantu. Sementara pilot juga harus bertanggung jawab terhadap penerbangan dan tugas mengawasi kokpit.

Jenggot dan kumis dianggap membuat masker wajah berpotensi tidak terpasang sempurna dan dapat menyebabkan hipoksia, yaitu kondisi di mana tubuh tidak menerima cukup oksigen yang dapat menyebabkan kerusakan otak dan organ tubuh lainnya hinga mengakibatkan pingsan atau tak sadarkan diri.

Tapi pada penelitian dari Simon Fraser University menemukan bahwa jenggot dan kumis ternyata sama sekali tidak mengganggu pemasangan masker wajah secara mandiri.

Pada penelitian tersebut, para peneliti membagi peserta penelitian menjadi tiga kelompok, mereka yang memiliki sedikit jenggot (kurang dari 0,5 cm), mereka yang berjanggut berukuran sedang dan mereka yang berjanggut panjang (hingga 40 cm).

Para peserta kemudian dimasukkan ke dalam ruang hipobarik, yang mensimulasikan ketinggian dari 10.000 hingga 25.000 kaki di atas permukaan laut. Para peneliti mengukur tingkat saturasi oksigen peserta pada setiap perubahan ketinggian, karena penurunan tingkat saturasi oksigen akan menunjukkan bahwa masker bocor dan tidak mampu mempertahankan segel yang tepat.

Untuk tes kedua, para peneliti menggunakan stannic chloride, yang menyebabkan mata berair serta sensasi terbakar di paru-paru, untuk menciptakan kondisi yang mirip dengan asap api.

Para peneliti tidak menemukan efek buruk pada subjek berjanggut dalam dua parameter penelitian, dan bahwa masker mempertahankan perlindungan, terlepas dari berbagai jumlah rambut wajah.

Halaman:

Editor: Ricky Jenihansen

Sumber: Simon Fraser University


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x