Tiga Jejak Suara Ini Menepis Anggapan Sunyinya Luar Angkasa

- 2 Juni 2023, 15:10 WIB
Ilustrasi kehidupan luar angkasa
Ilustrasi kehidupan luar angkasa /flutie8211/Setyo Ari Cahyono

Groaning planet (suara Bumi mengerang). Bumi kita "mengerang" pada saat (dasar) keraknya bergeser, kadang-kadang suara frekuensi rendahnya terbawa ke ruang angkasa. Selama gempa bumi, goncangan tanah dapat menghasilkan getaran ke atmosfer, dengan frekuensi 1-5 Hz. Jika gempa cukup kuat, ia dapat mengirim gelombang infrasonik menembus atmosfer ke ruang angkasa.

Ketika gempa berkekuatan 9.0 SR mengguncang pesisir Jepang pada Maret 2011, ini memicu getaran frekuensi rendah di atmosfer. Getaran tersebut terdeteksi satelit GOCE milik European Space Agency. Misi mereka melakukan mapping gravitasi seantero Bumi dari orbit terendah, 270 kilometer di atas permukaan. Uniknya satelit ini bisa merekam gelombang suara yang dihasilkan dari bencana tsunami itu.

Ilustrasi big bang
Ilustrasi big bang Setyo Ari Cahyono

Sound of bigbang (Suara awal alam semesta). Jika kita kembali ke masa 760.000 tahun pertama setelah bigbang (ledakan pembentuk alam semesta), kita akan banyak mendengar suara infrasonik, yang berasal dari semesta yang sedang tumbuh. Pada masa itu, materi di alam semesta masih cukup padat sehingga gelombang suara dapat melewatinya.

Foton (partikel kecil cahaya) pertama mulai melakukan perjalanan melalui alam semesta sebagai cahaya. Ketika proton dan neutron mulai membentuk atom bermuatan netral, cahaya bebas muncul bersinar di semua tempat. Saat ini cahaya itu telah mencapai angkasa kita sebagai pancaran gelombang mikro, dan hanya terlihat oleh teleskop radio yang super-sensitif.

Fisikawan menyebutnya cosmic microwave background yang merupakan cahaya tertua dan (konon) berisi rekaman suara tertua di alam semesta.  Gelombang suara bergerak di alam semesta menyebabkan variasi tekanan terjebak dalam medium gas, meninggalkan jejak variasi suhu di latar belakang gelombang mikro kosmik. Fisikawan John G. Cramer berhasil merekonstruksi suara-suara tersebut, lalu dia menggandakan frekuensi 10²⁶ (10 kuadrat 26) !! Supaya terdengar oleh telinga manusia.

Luar angkasa adalah dunia yang kedap udara sehingga gelombang suara frekuensi normal tidak terdengar oleh manusia. Fenomena yang terjadi dan bisa terdeteksi satelit adalah jejak suara yang tersimpan dalam partikel cahaya. Tentunya suara ini adalah berfrekuensi sangat rendah sehingga telinga manusia tidak mampu untuk mendengarnya. Hal ini menjadi bukti bahwa luar angkasa tidak sesunyi yang kita kira. ***

Halaman:

Editor: Setyo Ary Cahyono

Sumber: Gizmodo Harvard Edu


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x