INDONESIANS - Bagaimana jadinya jika kita ingin melakukan sesuatu, namun kita tak punya kemampuan untuk bergerak melakukannya meskipun tangan dan kaki kita normal, tidak ada yang cacat. Begitu juga saat otak memiliki perintah untuk berbicara, namun mulut dan lidah terasa terkunci tidak bisa bersuara, padahal otot lidah dan mulut normal.
Kondisi yang terjadi: tidak bisu tapi tak bisa bersuara, dan tidak lumpuh tapi tak bisa bergerak. Inilah yang dikenal dengan nama apraksia.
Apraksia adalah kondisi syaraf (neurologis) yang sukar dipahami. Seseorang yang memiliki keluhan ini, susah atau tidak mungkin menggerakkan tubuhnya, meskipun otot-ototnya normal. Kondisi sejenis yang ringan dikenal sebagai dispraksia.
- Apraksia oro-fasial: tidak bisa melakukan gerakan mimik (sukarela) menggunakan otot wajah seperti tersenyum, mengangkat alis, menjilat bibir, mengedipkan mata.
- Apraksia of speech: ketidakmampuan menggerakkan otot bibir dan lidah untuk berbicara (dalam hal ini kemampuan bicara dan otot normal)
Apraksia bicara (speech) bisa ada dua macam:
- Yang didapat sejak lahir, bayi dengan apraksia bicara mengalami gangguan motorik untuk membentuk suara dan kata. Mereka cenderung lebih banyak memahami pembicaraan daripada mengekpresikannya dalam suara. Ini bisa diobati /disembuhkan.
- Pada orang dewasa. Apraksia membuat seseorang kehilangan kemampuan untuk bicara, padahal sebelumnya dia bisa berkata-kata secara normal.
Apraksia vs Afasia
Kedua hal ini memiliki bentuk fisik yang sama yaitu tidak mampu bicara. Istilah apraksia dan afasia memang saling bertumpang tindih, mereka bisa terjadi secara bersamaan.
Afasia tidak mampu untuk memahami atau menggunakan kata-kata mereka sendiri, imbasnya sulit mereka untuk berbicara, membaca, atau menulis.
Apraksia, bisa memahami pembicaraan, tapi dia tidak mampu memulai gerakan yang diperlukan untuk berbicara, meskipun tidak ada kelemahan pada otot yang terjadi.
Gejala apraksia (Dewasa)
Seperti apa seseorang yang mengalami susah bicara dalam terminologi apraksia, ingat dia bukan bisu hanya kesulitan mengungkapkan isi hatinya seperti seorang cowok yang terpaku saat akan mengatakan cinta ke cewek. Nah kan?
- Sulit merangkai suku kata dengan urutan yang tepat
- Sulit mengucapkan kata-kata panjang atau rumit
- Sering mengulang kata-kata beberapa kali
- Ucapan tidak konsisten, pada saat tertentu mengucapkan kata dengan benar, lain waktu bisa salah
- Salah menekankan bunyi kata tertentu (infleksi)
- Berlebihan memakai komunikasi non-verbal (isyarat)
- Distorsi suara vokal (sengau)
- Menghilangkan konsonan awal dan akhir kata (contoh diucapkan "onto")
- Meraba-raba dan berjuang untuk membuat kata dan kalimat
Gejala apraksia (anak-anak)
- Saat bayi, tidak banyak mengoceh
- Kosakata terbatas
- Masalah tata bahasa
- Koordinasi dan keterampilan motorik halus mengalami masalah
- Sukar mengunyah dan menelan
- Kecanggungan
Penyebab apraksia
Apraksia pada orang dewasa disebabkan oleh kerusakan bagian otak yang mengontrol bicara. Kondisi ini merupakan imbas dari trauma kepala, stroke atau bisa juga tumor otak. Kejadian apraksia pada anak-anak belum diketahui sebab pastinya, ahli menduga ada gangguan persinyalan antara otak dan otot bicara (motorik).
Mendeteksi apraksia
Tidak ada tes tunggal secara pasti untuk menilai apraksia terutama pada anak. Penilaian gejala biasanya dilakukan setelah usia anak 2 tahun, karena sebelum itu, anak belum memahami ucapan.
- Menyuruh mengulang kata-kata yang sama
- Melafalkan kata-kata dari mudah ke rumit, seperti "lelaki, laki-laki, kelakia-lakian.." dst.
- Menilai suara, suku kata, dan kata mana yang dapat dibuat dan dipahami oleh anak.
- Memeriksa mulut , lidah, dan wajah untuk setiap masalah struktural yang mungkin mencetus apraksia
- Memeriksa apakah ada kesulitan atau kelemahan pemahaman bahasa
Selain itu pemeriksaan MRI (magnetic resonanse imaging) pada kepala bisa dilakukan untuk mengetahui lokasi otak di bagian mana yang menyebabkan apraksia.
Pengobatan apraksia
Apraksia yang didapat, bisa sembuh secara total dengan sendirinya tanpa perawatan. Namun beberapa kasus memerlukan campur tangan terapis wicara secara intensif hingga lima kali dalam seminggu.
- Melatih pengucapan bunyi dan kata berulangkali
- Melatih merangkai suara untuk membuat ucapan
- Bekerja dengan irama atau melodi
- Menggunakan berbagai pendekatan, seperti bercermin sambil berlatih membentuk kata atau menyentuh wajah saat berbicara
Beberapa terapis menggunakan bahasa isyarat untuk merangsang anak atau orang dewasa menggerakkan otot bicaranya sehingga suaranya bisa keluar. Pemakaian suara hasil komputer juga dilakukan (text to speech) untuk melatih seseorang mulai berbicara lagi. Dengan perawatan dan motivasi bicara yang baik, tentunya keluhan apraksia segera bisa tertangani. ***