Alasan Pelegalan Ganja di AS Tidak Terbukti, Justru Makin Banyak yang Mati

- 27 September 2023, 18:00 WIB
Ilustrasi pelegalan ganja di Amerika Serikat.
Ilustrasi pelegalan ganja di Amerika Serikat. /Freepik

Indonesains - Pada tahun 2014, sebuah penelitian dirilis dan ditafsirkan bahwa jika ganja dilegalkan, maka akan mengurangi angka kematian karena opioid, kandungan yang terdapat dalam narkotika.

Hasil penelitian itu yang kemudian menjadi salah satu alasan ganja mulai dilegalkan di Amerika. Tapi saat ini, penelitian dari Stanford University justru menemukan sebaliknya.

Pada penelitian itu, para peneliti meninjau kembali penelitian tahun 2014 itu dengan metode yang sama, melihat angka kematian hingga 2017 setelah ganja dilegalkan. Peneliti tidak menemukan hubungan antara kematian opioid dan ketersediaan ganja medis (untuk pengobatan dan rekreasi).

Sebaliknya, peneliti justru ditemukan bahwa negara bagian yang melegalkan ganja sebagai pengobatan justru memiliki tingkat kematian lebih tinggi karena overdosis opioid.

"Kami tidak berpikir ganja membunuh orang, tapi kami tidak berpikir itu menyelamatkan orang," kata Keith Humphreys, PhD, profesor psikiatri dan ilmu perilaku di Stanford University, seperti dikutip dari laporan penelitian di laman resmi Stanford University.

Pernyataan Keith itu seakan tidak ingin menyalahkan ganja karena ada banyak pendukung ganja di Amerika, namun ia ingin memastikan bahwa alasan melegalkan ganja karena ingin mengurangi angka kematian karena opioid itu tidak terbukti.

Untuk diketahui, pada tahun 1996 California menjadi negara bagian pertama yang melegalkan ganja medis. Pada 2010, 13 negara bagian -kebanyakan dari wilayah barat Amerika, telah melegalkan ganja medis. Hingga hari ini, sudah 47 negara bagian di Amerika Serikat melegalkan ganja medis.

Ilustrasi tanaman mariyuana (ganja).
Ilustrasi tanaman mariyuana (ganja). Pixabay

Menurut Humphreys, hasil penelitian 2014 mungkin mencerminkan kebijakan dan kondisi di negara-negara yang melegalkan mariyuana medis lebih awal.

Halaman:

Editor: Ricky Jenihansen

Sumber: Stanford University


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah