Menurut Sains, Kebahagiaan Lebih dari Sekadar Merasakan Kesenangan

2 Oktober 2023, 07:00 WIB
Kebahagiaan tidak hanya sekadar menghindari rasa sakit, menurut sains. /Freepik

 

Indonesains - Jika selama ini orang-orang selalu berpikir bahwa untuk mendapatkan kebahagiaan adalah dengan merasakan kesenangan dan menghindari rasa sakit, tapi hasil penelitian dari Hebrew University of Jerusalem justru menemukan bahwa orang-orang mungkin lebih bahagia ketika mereka merasakan emosi yang mereka inginkan, bahkan jika emosi itu tidak menyenangkan, seperti kemarahan dan kebencian.

Peneliti utama Maya Tamir, PhD, profesor psikologi di The Hebrew Universitas Yerusalem mengatakan kebahagiaan lebih dari sekadar merasakan kesenangan dan menghindari rasa sakit, menurut sains. Kebahagiaan adalah tentang memiliki pengalaman yang bermakna dan berharga, termasuk emosi yang menurutmu adalah yang tepat untuk dimiliki.

Dengan kata lain, meski emosi itu tidak menyenangkan seperti kebencian, kemarahan atau bahkan kesedihan tapi sepanjang itu memang diinginkan oleh orang tersebut, maka itu berarti ia telah mendapatkan kebahagiannya.

Penelitian tersebut meripakan studi lintas budaya mencakup 2.324 mahasiswa di delapan negara yaitu Amerika Serikat, Brasil, Cina, Jerman, Ghana, Polandia, dan Singapura. Itu adalah studi pertama yang menemukan hubungan antara kebahagiaan dan mengalami emosi yang diinginkan, bahkan ketika emosi itu tidak menyenangkan.

Peserta umumnya ingin mengalami lebih banyak emosi yang menyenangkan dan lebih sedikit emosi yang tidak menyenangkan daripada yang mereka rasakan dalam hidup mereka, tetapi itu tidak selalu terjadi.

Yang menarik, 11 persen peserta ingin merasakan lebih sedikit emosi transenden, seperti cinta dan empati, daripada yang mereka alami dalam kehidupan sehari-hari, dan 10 persen ingin merasakan emosi yang lebih tidak menyenangkan, seperti kemarahan atau kebencian.

Beberapa di antaranya ada yang tumpang tindih, meski sedikit. Misalnya, seseorang yang tidak merasa marah ketika membaca tentang pelecehan anak mungkin berpikir dia harus lebih marah tentang penderitaan anak-anak yang dilecehkan, jadi dia ingin merasakan lebih banyak kemarahan daripada yang sebenarnya dia lakukan pada saat itu. Atau seperti Seorang wanita yang ingin meninggalkan pasangan yang kasar tetapi tidak mau melakukannya dan mungkin lebih bahagia dengan tetap kurang mencintainya.

Peserta disurvei tentang emosi yang mereka inginkan dan emosi yang sebenarnya mereka rasakan dalam hidup mereka. Mereka juga menilai kepuasan hidup dan gejala depresi mereka. Lintas budaya dalam penelitian ini, peserta yang mengalami lebih banyak emosi yang mereka inginkan melaporkan kepuasan hidup yang lebih besar dan lebih sedikit gejala depresi, terlepas dari apakah emosi yang diinginkan itu menyenangkan atau tidak menyenangkan.

Namun kata Tamir, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menguji apakah perasaan emosi yang diinginkan benar-benar memengaruhi kebahagiaan atau hanya dikaitkan dengan itu.

Studi ini menilai hanya satu kategori emosi tidak menyenangkan yang dikenal sebagai emosi self-enhancing negatif, yang meliputi kebencian, permusuhan, kemarahan dan penghinaan. Penelitian di masa depan dapat menguji emosi tidak menyenangkan lainnya, seperti rasa takut, bersalah, sedih atau malu.

Emosi menyenangkan yang diperiksa dalam penelitian ini termasuk empati, cinta, kepercayaan, hasrat, kepuasan, dan kegembiraan. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa emosi yang diinginkan orang terkait dengan nilai-nilai dan norma budaya mereka, tetapi hubungan itu tidak diperiksa secara langsung dalam penelitian ini.

Penelitian tersebut telah dipublikasikan secara online di Journal of Experimental Psychology: General dengan judul "The Secret to Happiness: Feeling Good or Feeling Right."***

Editor: Ricky Jenihansen

Sumber: Hebrew University

Tags

Terkini

Terpopuler