INDONESAINS- Dengan berkembangnya industri hiburan, baik di dalam dan diluar negeri secara masif, menciptakan sosok-sosok selebriti yang digandrungi, dielu-elukan, bahkan ditangisi oleh remaja saat ini, terutama kalangan wanita. Mereka rela merogoh kocek dalam, ada yang bolos sekolah atau kuliah, hanya untuk bertemu idolanya saat manggung. (kebanyakan idoIa kpop).
Menjadi fans atau mengidolakan seseorang sebenarnya sah-sah saja sebagai suatu proses pencarian jati diri, namun jika berperilaku berlebihan, ini akan menjadi penyimpangan psikologi yang serius. Perilakui idolatry (ngefans idola) sudah semakin parah dan berujung sebagai gangguan mental.
Segala poster, stiker, sampul buku, casing hp, bahkan kaos atau merchandise bertemakan KPOP menunjukkan betapa idola itu sangat berarti di kehidupan remaja. Beberapa tahun belakangan ini, masif nya pertumbuhan boyband dan girlband asal negeri ginseng itu memberikan dampak yang tidak sepenuhnya baik untuk psikologi remaja.
Istilah CWS (Celebrity Worship Syndrome) ini sebenarnya bukan resmi ada di pedoman penyakit atau kelainan psikologis, namun dicetuskan seorang jurnalis Dailymail, James Chapman. Istilah itu diadopsi oleh peneliti Lynn McCutcheon dan John Maltby ke dalam Journal of Nervous and Mental Disease (jurnal penyakit syaraf dan jiwa). Asal muasal katanya dari celebrity worship scale, yaitu tingkatan atau level perilaku fans dalam memuja selebritinya.
- Sosial (hiburan semata)
- Individual (kekaguman personal)
- Patological (perasaan dan fantasi berlebihan)
Level paling ringan CWS yaitu mendapatkan hiburan dari performance (aksi-aksi) yang dipertontonkan sang seleb, baik di TV, medsos atau pertunjukan langsung. Membentuk fans club yang terlibat secara langsung secara sosial dengan si seleb.
Tahap yang paling parah dikenal sebagai borderline-pathological, dalam bahasa kedokteran disebut patologis, alias mengarah seperti penyakit. Fans sudah tidak bisa mengontrol aktifitasnya, merasa tersakiti jika idolanya dihujat orang lain, bahkan marah atau impulsif, egosentris sehingga menganggap idolanya adalah segala-segalanya, berujung sikap-sikap antisosial.