Network
Indonesains - Hasil penelitian dari University at Buffalo (UB) menemukan bahwa remaja yang mengalami perundungan siber (cyber bullying) lebih mungkin menderita kurang tidur, yang pada gilirannya meningkatkan tingkat depresi.
Meskipun sejumlah penelitian telah meneliti hubungan antara cibber bullying dan depresi, studi UB adalah satu dari sedikit untuk mengeksplorasi hubungan antara intimidasi siber dan kualitas tidur.
Studi ini mensurvei lebih dari 800 remaja untuk kualitas tidur, agresi cyber dan depresi, seperti dilansir dari laman resmi UB.
Penelitian ini akan dipresentasikan oleh Misol Kwon, penulis pertama dan mahasiswa doktoral di Fakultas Keperawatan UB pada pertemuan tahunan ke 33 the Associated Professional Sleep Societies di San Antonio, Texas.
Kwon mengatakan, pengorbanan dunia maya di internet dan media sosial adalah bentuk unik dari pengorbanan teman sebaya dan masalah kesehatan mental yang muncul di kalangan remaja yang merupakan penduduk asli digital.
Memahami asosiasi ini mendukung kebutuhan untuk menyediakan pendidikan dan pencegahan risiko dan intervensi untuk anak-anak yang diperlakukan dengan buruk yang menunjukkan tanda-tanda dan gejala depresi.
Hampir sepertiga dari remaja telah mengalami gejala depresi, yang, selain perubahan pola tidur, termasuk mudah tersinggung yang berkelanjutan, kemarahan dan penarikan diri dari lingkungan sosial, menurut Kantor Kesehatan Remaja AS.
Kwon mengatakan hampir 15 persen siswa sekolah menengah di Amerika melaporkan ditindas secara siber. Pada tingkat yang parah, depresi dapat menyebabkan kinerja sekolah terganggu, hubungan yang rusak atau bunuh diri.
Risiko membiarkan depresi memburuk menyoroti perlunya para peneliti dan dokter untuk memahami dan menargetkan kualitas tidur dan faktor risiko lain yang berpotensi memperburuk gangguan tersebut.***
